Friday, 4 January 2013

INDONESIA TANPA SENI DAN BUDAYA LOKAL = NEGARA TANPA IDENTITAS (SERI LAGU DAN TARI DAERAH)

INDONESIA TANPA SENI DAN BUDAYA LOKAL
 =
NEGARA TANPA IDENTITAS


Pada era modern ini masyarakat Indonesia di sibukkan dengan suguhan – suguhan hiburan ajang pencarian bakat. Mulai dari pencarian bakat – bakat yang bergenre seni hingga bakat – bakat bergenre agama. Setiap ajang tersebut selalu berhasil menarik perhatian pemirsa Indonesia. Saking tingginya antusias masyarakat maka ajang pencarian bakat ini menjadi acara yang selalu diagendakan setiap tahunnya. Bahkan setiap tahunnya selalu muncul acara pencarian bakat baru dari genre yang berbeda maupun dari dari genre yang sama dikemas dalam sistem yang berbeda. Dari segi manfaat, acara pencarian bakat ini memberikan ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk mengasah bakat serta membantu menaikkan rating dari stasiun TV penggagas acar tersebut.

Terlepas dari wacana diatas, ada fenomena menarik yang bisa kita amati dari penyelenggaraan ajang pencarian bakat tersebut. Fenemona ini adalah sedikitnya peserta ajang tersebut yang memiliki bakat dibidang kesenian tradisional. Hampir semua bakat – bakat yang mereka tampilkan adalah bakat – bakat kesenian modern yang notabene bukan lahir dari kebudayaan lokal Indonesia. Misalkan saja ajang pencarian bakat tarik suara yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi, hampir kesemua peserta menampilkan kemampuan tarik suara dengan genre musik yang bukan dari genre musik lokal seperti keroncong misalnya namun musik – musik bergenre pop, rock, blues dll. Materi lagunya pun hampir tidak pernah memuat lagu - lagu daerah, hanya terbatas lagu - lagu bertemakan cinta dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Pada ajang pencarian bakat lainnya yakni bakat tari atau dance misalnya, hampir semua peserta menampilkan bakat – bakat dance modern seperti hip – hop dance, street dance, break dance, robot dance, ballet dll yang sejatinya bukan tarian lokal Indonesia seperti tarian jaipong salah satunya.

Fenemona tersebut bisa disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama adalah memang sedikit peserta yang memiliki bakat – bakat seni lokal yang mendaftar pada ajang tersebut. Faktor kedua terbatasnya ruang dan kesempatan yang disediakan oleh penyelenggara ajang pencarian bakat bagi mereka yang memiliki bakat – bakat kesenian lokal. Kedua faktor tersebut sangat memungkinkan untuk teraplikasikan. Namun kesimpulan yang dapat dibaca oleh pemirsa masyarakat Indonesia yang pertama adalah mulai menurunnya tingkat ketertarikan generasi – generasi muda bangsa ini akan kesenian dan kebudayaan lokal Indonesia dan kesimpulan kedua adalah kesenian dan kebudayaan lokal Indonesia sudah mulai tergantikan oleh kesenian dan kebudayaan luar. 

Kesimpulan kedua inilah yang harus kita cermati bersama. Karena kita telah ketahui bersama bahwa kesenian dan kebudayaan lokal negara ini merupakan karakter dan identitas utama bangsa ini. Karakter dan identitas utama yang mampu membedakan Bangsa Indonesia dengan bangsa – bangsa lain di dunia. Jika kesenian dan kebudayaan lokal negara ini telah tergantikan oleh kesenian dan kebudayaan luar maka sama saja negara kita adala negara tanpa identitas. 

Apalah arti sebuah nama (Indonesia) tanpa adanya karakter dan identitas negara. Negara tanpa adanya karakter dan identitas negara adalah setara dengan negara jajahan. Karena negara tersebut sejatinya terbelenggu tanpa mampu menampilkan jati dirinya. Jadi seharusnya kita janganlah menjadi heran lagi jika pemerintah kita setengah mati menerbitkan peraturan dan mengusulkan hak paten tentang kesenian kebudayaan lokal bangsa ini namun tetap saja kesenian dan kebudayaan lokal tersebut selalu berhasil dicaplok dan diakui sebagai kesenian dan kebudayaan lokal negara lain. Karena masyarakat Indonesia yang seharusnya menjadi pelindung dan pelestari utama kesenian dan kebudayaan tersebut malah melupakan dan mengabaikan kesenian dan kebudayaan lokal bangsa ini.

Fenomena ini bukanlah keselahan yang dilakukan perseorangan namun merupakan kesalahan pengrong – rongan sistem yang harus kita tanggulangi bersama dari segala segi kehidupan dan aspek kepentingan. Kita tidak bisa lagi bersikap masa bodoh dan cuek lagi dengan fenomena ini. Kita harus saling berpangku tangan memperbaiki kesalahan sistem ini. Mulai dari tatanan kehidupan terkecil yakni Keluarga.

No comments:

Post a Comment